Sebuah benteng peninggalan kerajaan
Hindu pertama di Aceh masih dapat Anda lihat hingga saat ini dekat
pantai Ujong Batee, Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh
Besar. Benteng ini berada di Teluk Krueng Raya dan berhadapan dengan
Benteng Inong Balee yang berada di kawasan perbukitan di seberangnya.
Uniknya untuk mencapai bagian dalam benteng ini maka Anda perlu memanjat
terlebih dahulu atau dengan tangga yang telah disediakan.
Benteng Indra Patra merupakan bagian dari 3 benteng dalam Trail Aceh lhee Sagoe.
Trail Aceh Lhee Sagoe adalah wilayah yang menghubungkan tiga
peninggalan zaman Hindu-Budha di Aceh. Jika ketiganya dihubungkan
(Indrapatra, Indrapuri dan Indrapurwa) maka akan membentuk sebuah
segitiga dan disebut juga Trail Aceh lhee Sagoe.
Benteng Indra Patra dibangun pada abad
ke-7 Masehi oleh Putra Raja Harsa dari Kerajaan Lamuri, yaitu kerajaan
Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) sebelum kedatangan pengaruh Islam.
Posisi benteng ini cukup strategis karena berhadapan langsung dengan
Selat Malaka sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan
armada Portugis.
Benteng Indra Patra berukuran besar dan
terbuat dari susunan batu gunung setebal 2 meter. Perekat dinding
benteng diperkirakan berupa campuran kapur, tanah liat, putih telur, dan
tumbukan kulit kerang. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, benteng
ini digunakan sebagai pertahanan menghadapi armada Portugis.
Dimungkinkan benteng ini berperan dalam
menghadang armada Portugis yang ingin memasuki Aceh melalui teluk krueng
raya. Pada kawasan pantai teluk dimuara sungai krueng raya juga
terdapat sebuah benteng lain yang bernama Benteng Iskandar Muda.
Benteng paling besar berukuran 70 x 70
meter setinggi 3 meter. Ada ruangan besar yang kokoh berukuran 35 x 35
meter setinggi 4 meter. Di sebelah dalam benteng utama terdapat 2 buah
sumur yang dinaungi oleh bangunan berbentuk kubah.
Sekitar benteng masih banyak
pondasi-pondasi lain yang tidak jelas bentuknya dan roboh disebabkan
oleh kondisi alam. Pemugaran benteng ini pernah dilakukan setelah
tsunami di Aceh tahun 2004. Kini Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
Nasional Aceh terus merenovasi benteng tersebut.
Ada empat buah benteng dapat Anda amati
di sini tetapi hanya 2 buah saja yang masih bagus, 2 buah lainnya hanya
berupa reruntuhan. 3 buah benteng membentuk rangkaian segitiga seakan
melindungi Teluk Krueng Raya dari armada asing yang ingin memasuki
wilayah Kerajaan Aceh dahulu kala.
Rancangan bangunannya benteng ini
terlihat istimewa dan canggih sesuai pada masanya karena untuk mencapai
bagian dalam benteng maka Anda harus memanjat terlebih dahulu.
Di benteng utama, Anda dapat melihat 4
buah stufa yaitu bangunan dalam benteng utama yang menyerupai kubah dan
terdapat sumur di dalamnya. Sumur tersebut dahulunya dimanfaatkan umat
Hindu untuk penyucian diri dalam rangkaian peribadahan. Di benteng utama
juga terdapat satu bangunan tempat peribadatan yang terletak persis di
tengah benteng.
Di benteng kedua, Anda dapat mengamati 3
bunker pertahanan. Bunker pertama yang terletak di tengah benteng
berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan senjata. Dua bunker
lainnya di depan bangunan benteng merupakan tempat peletakan meriam. Di
sekeliling temboknya juga terdapat 9 tempat meriam kecil.
Anda dapat pula melihat 11 buah lubang
kecil yang berfungsi sebagai lubang pengintai tetapi lubang intai
tersebut telah ditutup dengan semen saat renovasi.
Di sekeliling benteng masih dapat Anda
temukan sungai kecil meski tidak terurus. Sungai kecil tersebut dulunya
digunakan untuk melindungi benteng dari serangan musuh yang datang
melalui darat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar