Situs Kepurbakalaan Muarojambi merupakan tempat peninggalan purbakala
terluas di Indonesia, membentang dari Barat ke Timur sejauh 7,5 km di
Tepian Sungai Batang Hari dengan luas kurang lebih 12 kilometer persegi.
Sebagian kecil berada di Barat Sungai Batang Hari. Tinggalan di sisi
Timur Sungai masuk wilayah administratif Desa Muarojambi dan Desa Danau
Lamo. Sedangkan di Barat Sungai berada di Desa Kemingking Dalam,
Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muarojambi.
Situs Purbakala
Kompleks Percandian Muarojambi terletak sekitar 26 kilometer arah timur
Kota Jambi di tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai
luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar
260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini berisi
61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang belum diokupasi. Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa bangunan pengaruh agama Hindu.
Candi
Muarojambi diperkirakan berasal dari abad ke-11 M dibangun pada zaman
Kerajaan Sriwijaya. Candi Muarojambi merupakan kompleks candi yang
terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Situs Percandian
Muarojambi merupakan satu kawasan kompleks pusat pendidikan Agama Budha.
Candi Muarojambi merupakan
warisan budaya bernilai tinggi dimana bangunan-bangunan candi dan bekas
reruntuhannya menunjukkan bahwa di masa lalu Percandian Muarojambi pernah
menjadi pusat peribadatan agama Budha Tantri Mahayana. Hal ini
terlihat dari ragam temuan sarana ritual seperti, Arca Prajnaparamita,
reruntuhan stupa, arca gajah singha, wajra besi serta
tulisan-tulisan mantra yang dipahatkan pada lempengan emas atau
digoreskan pada bata. Diantara bata-bata yang bertulis terdapat suku
kata 'Wijaksana'’, kemudian sebutan 'wajra' pada lempengan emas, serta aksara nagari pada batu permata berbunyi 'tra-tra'.
Penemuan
lain berupa manik-manik, perhiasan, tembikar, pecahan genting, dan
sisa-sisa peralatan rumah tangga yang menunjukkan bahwa kawasan yang
mengelilingi kompleks percandian ini juga pernah menjadi kawasan
pemukiman, diduga kuat merupakan tempat bermukimnya para biksu dan
pelajar Budha di masa lalu.
Selain itu, di situs ini juga
ditemukan peninggalan berupa keramik dari Cina masa Dinasti Song (abad
ke 11-12 Masehi), yang mengindikasikan adanya hubungan internasional
yang telah terjadi pada masa itu. Sementara penemuan keramik Eropa abad
ke-19 membenarkan adanya ekskavasi yang pernah dilakukan oleh Perwira
Inggris dan sarjana Belanda abad ke 19-20.
Berdasarkan
aksara Jawa Kuno pada beberapa lempeng peninggalan diperkirakan
berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan
yang telah dipugar dan kesemuanya bercorak Buddhisme. Kesembilan candi
tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua,
Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano. Dari sekian
banyaknya penemuan yang ada daerah itu diperkirakan dahulu wilayah ini
menjadi tempat bertemunya berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal
dari Persia, Republik Rakyat Cina, dan India. Agama Buddha Mahayana
Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya
lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.
Di
dalam kompleks situs tidak hanya terdapat candi tapi juga menyimpan
aneka artefak kuno seperti arca, keramik, manik-mani, mata uang kuno
dll. Ada 8 kompleks percandian, kolam kuno, yang oleh penduduk setempat
dinamai Kolam Telago Rajo, serta diperkirakan lebih dari 60 buah menapo yaitu gundukan tanah reruntuhan sisa bangunan kuno.
Pada mulanya situs Muarojambi tidak
banyak dikenal orang dan hanya diketahui penduduk setempat. Baru pada
tahun 1820, secara terbatas situs ini mulai terungkap setelah kedatangan
S.C. Crooke, seorang perwira Inggris ketika bertugas untuk pemetaan
Sungai Batanghari. Ia mendapat laporan dari penduduk setempat tentang
adanya peninggalan kuno di Desa Muarojambi. Selanjutnya tahun 1935-1936,
seorang sarjana Belanda yang bernama F.M. Schnitger, dalam ekspedisi
purbakalanya di wilayah Sumatera sempat melakukan penggalian terhadap
situs Muarojambi. Sejak itu Muarojambi mulai dikenal dan mulai 1976
sampai saat ini, secara serius dan bertahap, dilakukan penelitian dan
preservasi arkeologi untuk menyelamatkan situs dan peninggalan
bersejarah di situs Muarojambi ini. Candi ini saat ditemukan merupakan
batu merah yang tetumpuk. Beberapa tertumpuk membentuk stupa seperti
layaknya candi Budha lainnya.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi telah mendaftarkan Candi Muarojambi sebagai
salah satu warisan dunia ke organisasi internasional Unesco di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Langkah ini merupakan upaya untuk
menjadikan situs Candi Muarojambi sebagai salah satu warisan dunia.
Nomor registrasi untuk Candi Muarojambi adalah 5695, bahkan Candi
Muarojambi sudah menjadi nomor satu dari sekian banyak kekayaan budaya
di Indonesia yang diajukan ke Unesco sebagai warisan dunia. Dampak
positif dari pengajuan ini kawasan kunjungan wisata akan meningkat di
Provinsi Jambi. Selain itu, sastrawan, ilmuan, dan para penulis akan
banyak berdatangan untuk meneliti dan menulis tentang candi ini.
Sejak pertengahan tahun 2007, usaha pemugaran dan pembangunan candi dari reruntuhan menapo berhasil
ditemukan kembali dilakukan. Pemanfaatan kembali situs ini sebagai
bagian dari upacara hari-hari besar keagamaan Agama Budha telah
dilaksanakan, bahkan situs ini menjadi pusat pelaksanaan perayaan Waisak
yang masuk dalam agenda Nasional disamping Borobudur.
Di sini Anda akan mendapati situs purbakala terbentang sepanjang 7,5
kilometer sepanjang tepian aliran Sungai Batanghari. Pada beberapa titik
tepian Batanghari terdapat kanal-kanal kuno atau sungai buatan yang
menghubungkan Sungai Batanghari dengan kawasan situs. Melalui kanal kuno
yang melingkari kawasan situs inilah pada masa lalu deretan kompleks
bangunan candi dapat dicapai lokasinya. Situs Percandian Muarojambi
seluas 2062 hektar, telah ditemukan sedikitnya 82 reruntuhan bangunan
kuno yang terbuat dari struktur bata. Ketujuh kompleks bangunan candi
itu adalah Candi Gumpung, Candi Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi Kembar
Batu, Candi Astano, Candi Gedong I dan Gedong II, serta Candi Kedaton.
Cukup dengan membayar Rp3.000,00-Rp5.000,00 Anda sudah bisa menikmati objek wisata Candi Muarojambi.
Di sinilah Anda juga akan berpesiar ke masa lalu dengan mengunjungi
museumnya yang menyimpan temuan purbakala atau situs baik dari hasil
penelitian maupun temuan penduduk Muaro Jambi. Di dalamnya terpajang
beraneka ragam koleksi yang peninggalan purbakala Situs Muarojambi
seperti arca, belanga, padmasana, manik-manik, mata uang, bata berhias,
serta keramik-keramik baik asing maupun tembikar lokal. Arca
Prajnaparamita, Arca dalam wujud dewi ini digambarkan dalam
dharma-canramudra, yaitu sikap tangan sedang memutus roda dharma.
Belanga, merupakan wadah logam dengan berat 160 kg serta tinggi 0,67
meter dengan lingkar bibir berdiameter 1,06 meter.
Selain tinggalan berupa bangunan, di dalam kompleks juga ditemukan arca prajnyaparamita, dwarapala, gajahsimha,
umpak batu, lumpang atau lesung batu. Gong perunggu dengan tulisan
Cina, mantra Buddhis yang ditulis pada kertas emas, keramik asing,
tembikar, belanga besar dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik,
bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda, fragmen pecahan arca batu,
batu mulia serta fragmen besi dan perunggu. Selain candi pada kompleks
tersebut juga ditemukan gundukan tanah serupa gunung kecil buatan
manusia. Oleh masyarakat setempat gunung kecil tersebut disebut sebagai
Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.
Di dalam kompleks tidak hanya terdapat candi tetapi juga ditemukan parit
atau kanal kuno buatan manusia, kolam tempat penampungan air serta
gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur bata kuno. Wilayah
situs dikelilingi oleh setidaknya 6 kanal atau parit-parit kuno buatan
manusia, yang oleh penduduk setempat dinamai Parit Sekapung, Parit Johor
dan Sungai Melayu. Sebagian besar parit tersebut saat ini sudah
mengalami pendangkalan. Beberapa tahun silam, penduduk setempat masih
memanfaatkan alur-alur kanal kuno ini sebagai sarana transportasi dengan
menggunakan sampan tradisional. Bukan tidak mungkin bahwa pada masa
lalu kanal-kanal ini dibuat dengan alasan yang sama, yaitu sebagai
sarana transportasi dan distribusi logistik, selain sebagai sistem
drainase kawasan rawa. Ada pula yang menduga fungsi strategisnya sebagai
sistem pertahanan kompleks percandian. Dalam kompleks tersebut minimal
terdapat 85 buah menapo yang saat ini masih dimiliki oleh penduduk
setempat. Ada juga Kolam Telago rajo Terletak di depan candi Gumpung
atau sebelah Timur museum situs. Kolam ini berukuran 100 x 120 m yang
selalu tergenang air dengan kedalaman 2-3 m dari permukaan tanah.
Taman
Nasional Berbak, merupakan salah satu kawasan konservasi lahan basah
yang penting di Asia Tenggara dengan kawasan ramsar (lahan basah
Internasional). Letak geografis Taman Nasional Berbau berada antara 104o
06 BT - 104o 30o BT dan 10o 4' LS -1o 35' LS. Secara administrasi Taman
ini terletak di Kabupaten Muarojambi dan Tanjung Jabung Timur Propinsi
Jambi. Sebagai kawasan lahan basah Berbau ditumbuhi beraneka jenis
vegetasi yang khas dan tahan terhadap genangan air. Burung Kuau Besar
Burung Kuau Besar (Great Agus Pheasant-Arguisanus Argus) adalah salah
satu jenis satwa langka yang saat ini masih ada dan hidup di hutan
Tanjung Katung Kecamatan maro Sebo Kabupaten Muarojambi
Wisata
Agro, banyaknya Perusahaan-perusahaan Perkebunan Swasta besar yang
bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit disamping merupakan sarana
pemberdayaan ekonomi rakyat melalui sektor perkebunan, dapat juga
dijadikan objek agro wisata yang cukup menarik bagi Andauntuk mencicipi
keindahan alam dan udaranya yang masih segar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar