Selasa, 18 November 2014

Benteng Indra Patra, Aceh

Sebuah benteng peninggalan kerajaan Hindu pertama di Aceh masih dapat Anda lihat hingga saat ini dekat pantai Ujong Batee, Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng ini berada di Teluk Krueng Raya dan berhadapan dengan Benteng Inong Balee yang berada di kawasan perbukitan di seberangnya. Uniknya untuk mencapai bagian dalam benteng ini maka Anda perlu memanjat terlebih dahulu atau dengan tangga yang telah disediakan.

Benteng Indra Patra merupakan bagian dari 3 benteng dalam Trail Aceh lhee Sagoe. Trail Aceh Lhee Sagoe adalah wilayah yang menghubungkan tiga peninggalan zaman Hindu-Budha di Aceh. Jika ketiganya dihubungkan (Indrapatra, Indrapuri dan Indrapurwa) maka akan membentuk sebuah segitiga dan disebut juga Trail Aceh lhee Sagoe.
Benteng Indra Patra dibangun pada abad ke-7 Masehi oleh Putra Raja Harsa dari Kerajaan Lamuri, yaitu kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) sebelum kedatangan pengaruh Islam. Posisi benteng ini cukup strategis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan armada Portugis.
Benteng Indra Patra berukuran besar dan terbuat dari susunan batu gunung setebal 2 meter. Perekat dinding benteng diperkirakan berupa campuran kapur, tanah liat, putih telur, dan tumbukan kulit kerang. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, benteng ini digunakan sebagai pertahanan menghadapi armada Portugis.
Dimungkinkan benteng ini berperan dalam menghadang armada Portugis yang ingin memasuki Aceh melalui teluk krueng raya. Pada kawasan pantai teluk dimuara sungai krueng raya juga terdapat sebuah benteng lain yang bernama Benteng Iskandar Muda.
Benteng paling besar berukuran 70 x 70 meter setinggi 3 meter. Ada ruangan besar yang kokoh berukuran 35 x 35 meter setinggi 4 meter. Di sebelah dalam benteng utama terdapat 2 buah sumur yang dinaungi oleh bangunan berbentuk kubah.
Sekitar benteng masih banyak pondasi-pondasi lain yang tidak jelas bentuknya dan roboh disebabkan oleh kondisi alam. Pemugaran benteng ini pernah dilakukan setelah tsunami di Aceh tahun 2004. Kini Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Aceh terus merenovasi benteng tersebut.

Ada empat buah benteng dapat Anda amati di sini tetapi hanya 2 buah saja yang masih bagus, 2 buah lainnya hanya berupa reruntuhan. 3 buah benteng membentuk rangkaian segitiga seakan melindungi Teluk Krueng Raya dari armada asing yang ingin memasuki wilayah Kerajaan Aceh dahulu kala.
Rancangan bangunannya benteng ini terlihat istimewa dan canggih sesuai pada masanya karena untuk mencapai bagian dalam benteng maka Anda harus memanjat terlebih dahulu.
Di benteng utama, Anda dapat melihat 4 buah stufa yaitu bangunan dalam benteng utama yang menyerupai kubah dan terdapat sumur di dalamnya. Sumur tersebut dahulunya dimanfaatkan umat Hindu untuk penyucian diri dalam rangkaian peribadahan. Di benteng utama juga terdapat satu bangunan tempat peribadatan yang terletak persis di tengah benteng.
Di benteng kedua, Anda dapat mengamati 3 bunker pertahanan. Bunker pertama yang terletak di tengah benteng berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan senjata. Dua bunker lainnya di depan bangunan benteng merupakan tempat peletakan meriam. Di sekeliling temboknya juga terdapat 9 tempat meriam kecil.
Anda dapat pula melihat 11 buah lubang kecil yang berfungsi sebagai lubang pengintai tetapi lubang intai tersebut telah ditutup dengan semen saat renovasi.
Di sekeliling benteng masih dapat Anda temukan sungai kecil meski tidak terurus. Sungai kecil tersebut dulunya digunakan untuk melindungi benteng dari serangan musuh yang datang melalui darat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar